LINIMASA - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo meyakini bahwa nilai tukar rupiah bakal kembali menguat terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Pasalnya, kebijakan Bank Sentral AS, The Fed sudah mereda.
"Nilai tukar rupiah akan menguat dan kembali ke nilai fundamentalnya," kata Perry, dikutip dari Antara News, Selasa (28/2/2023).
Ia mengatakan, setidaknya terdapat lima alasan nilai tukar rupiah akan kembali menguat.
Pertama, prospek ekonomi Indonesia akan lebih cerah dengan perkiraan BI, pada awalnya ekonomi akan kembali tumbuh 4,9 persen pada 2023.
Baca Juga:KPK Bisa Langsung Jerat Pejabat Pajak Rafael Alun Pasal TPPU jika Tak Bisa Jelaskan Asal Kekayaannya
Namun, setelah pembukaan ekonomi Tiongkok di Indonesia, proyeksi tersebut direvisi ke atas, menjadi 5,1 persen.
Alasan kedua yaitu perkiraan inflasi yang akan kembali rendah di bawah empat persen pada tahun ini. Ketiga, perbedaan imbal hasil (yield) Indonesia yang terus menarik.
Keempat, kondisi neraca perdagangan, transaksi berjalan, dan neraca pembayaran yang diperkirakan tetap surplus. Terakhir, komitmen BI dalam menstabilkan nilai rupiah.
Selain itu, Perry juga menegaskan terdapat dua faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah, yaitu teknikal dan fundamental.
Saat ini, memang sedang terdapat faktor teknikal yang menekan kurs Garuda, seperti kebijakan Fed.
"Pada saat-saat ini, kami akan menstabilkan nilai tukar rupiah. Kami tidak segan-segan menstabilkan nilai tukar rupiah dan melakukan intervensi dalam masa-masa tekanan," katanya.
Kendati demikian, dirinya menilai langkah tersebut tidak cukup, sehingga BI akan mendorong penguatan rupiah secara fundamental melalui kebijakan term deposit valas yang sudah dikeluarkan aturannya oleh BI pada akhir tahun lalu.
Dalam kebijakan tersebut, BI bekerja sama dengan 19 bank di Indonesia.
Kebijakan term deposit valas yang dikeluarkan oleh BI salah satunya mengatur pemberian insentif kepada eksportir dan biaya agen bank yang berhasil mempertahankan devisa hasil ekspor (DHE) selama minimal tiga bulan.
"Kamu sudah bertemu dengan 221 eksportir dan kami sudah siap untuk meluncurkan kebijakan ini pada awal Maret 2023. Ini akan berjalan sambil menunggu pemerintah merevisi aturan terkait DHE," pungkasnya. (Sumber: Antara)